Adakah orang di dunia ini yang tak pernah sekalipun punya mimpi akan masa depannya. Minimal ketika kita masih kecil kita punya cita-cita yang mungkin kita tidak benar-benar mengerti mengenai bidang tersebut. Rata-rata anak kecil bila ditanya akan menjawab ingin menjadi dokter, pilot, arsitek, tapi ada juga yang ingin jadi tukang becak atau bahkan kenek bus. Konyol jika kita mengingatnya kembali. Ketika kita beranjak dewasa, keinginan kita pun dapat berubah. Tapi kita tidak merasa sulit untuk melepaskan impian kanak-kanak kita.
Mungkin inilah yang harus dilakukan orang dewasa yang mempunyai mimpi terlalu muluk-muluk. Mungkin menuntut kepastian dalam waktu yang singkat, bertanya apakah dia jodoh saya atau bukan padahal pangeran impian ada di depan mata. Ada sebuah pepatah kuno yang mengatakan lebih baik dicintai dari pada mencintai. Remaja dan dewasa jaman ini disuguhkan tontonan ideal mengenai pangeran maupun putri impian. Proses yang berliku namun selalu happy ending. Tapi apakah benar semuanya itu dapat terjadi? Internet memaparkan ciri-ciri pria yang jatuh cinta ataupun wanita. Pengalaman membuktikan, semuanya itu tak dapat menjadi patokan yang tetap.
Saya tidak trauma dengan cinta, tetapi saya mulai mengerti arti pepatah itu dan mungkin harus melepaskan impian yang telah terbangun sejak saya remaja. Beberapa kali dalam hidup saya harus melepaskan pria yang hadir dalam hidup saya. Saya mencoba membangun benteng dengan berkata, " Ya dia memang baik, hanya dia bukan untuk saya dan bukan yang terbaik." Rasa melepaskan itu seringkali berat ketika harapan nyata dalam wujud "pangeran" dan "kerajaan" impian. Ada orang berkata lebih baik memutuskan dari pada diputuskan. Lebih baik menolak dari pada ditolak. Sesungguhnya rasanya tetap sama. Ada rasa kehilangan yang begitu dalam. Berbohong pada orang lain itu mudah, yang paling sulit adalah membohongi diri sendiri. Wo ai ni harus di kata wo bu ai ni. wo xi huan ni jadi wo bu xihuan ni. Sad jadi happy.
Seringkali saya bertanya pada diri saya, apakah orang diluar sana merasakan hal yang sama pula. Adakah Tuhan tidak adil menjadikan saya orang kepercayaan dari mereka yang terluka, dan ketika luka mereka sembuh mereka hanya berkata, terimakasih dan selamat tinggal. Several times I have to deny my self about what I want. Crying behind scenes and can't even speak. Rasanya dunia begitu dekat dan ikut memojokkan saya. I hate to be a plastic bag. So, I decided once again to step out and look for better opportunity rather than to stop and blame my self or blame God. Not an easy thing but to protect my heart, maybe I have to build one more defense wall.
I will say to my heart when you can easily relief your dreams in the childhood. Release your adult's dream easily also. Maybe I'm not good enough to search by my self, maybe I have to push my self in a relationship that not have chemistry. Maybe he's just love me and I will love him someday. Should I?
No comments:
Post a Comment